Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai cara mendeteksi dan mencegah kanker sangat penting.
|
Foto:www.guardian.co.uk. |
JAKARTA - Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Jumlah kasus penyakit ini setiap tahunnya pun selalu bertambah. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahkan hampir 4,3 per 1.000 penduduk Indonesia menderita kanker.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nafsiah Mboi mengatakan kanker menjadi masalah berat yang penanganannya harus dapat menjadi tugas bersama. “Penanganan masalah kanker harus dari hulu ke hilir, jadi harus komprehensif,” ujar Nafsiah dalam pembukaan Konferensi Kerja (Konker) Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam (Perhompedin) 2013, akhir pekan lalu.
“Selain itu, melihat masalah kanker jangan hanya fokus pada pengobatannya, melainkan juga harus memperhatikan cara pencegahannya. Diagnosis awal atau early diagnosis perlu dilakukan,” tuturnya dalam acara yang bertajuk Peranan Internis pada Penatalaksanaan Kanker II ini.
Pengetahuan Pencegahan
Setidaknya, menurut Nafsiah, ada dua hal yang harus dilakukan untuk mencegah kanker. Pertama, memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai seluk-beluk penyakit ini, dan kedua, memberi pengetahuan kepada masyarakat sehingga mereka dapat sedini mungkin mengetahui dirinya menderita kanker atau tidak.
Hal ini harus dilakukan, mengingat banyak masyarakat mengetahui dirinya terkena kanker ketika sudah mencapai stadium lanjut, yakni stadium 3 atau 4.
“Ada beberapa jamu yang sudah kami teliti secara evident base menurut ilmu pengetahuan, tetapi belum untuk kanker. Penelitian sedang berlangsung dan masih harus kami kaji terlebih dahulu. Yang harus dikaji pertama apakah betul jamu aman untuk pasien. Selanjutnya, apakah pengobatan menggunakan jamu tersebut efektif. Kita ini kan tidak boleh menipu pasien. Targetnya tahun 2015,” lanjut Nafsiah.
Selain itu, menurut Nafsiah, saat ini pemerintah juga sedang mengembangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Tujuannya, agar pengobatan tradisional memiliki dasar hukum.
“Ada beberapa obat tradisional yang berfungsi hanya untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan manfaat itu sudah dibuktikan. Daya tahan tubuh memang meningkat dan gejala penyakit pun berkurang, bahkan hilang. Tetapi, bukan berarti sel-sel penyakitnya juga ikut menghilang. Ini juga yang harus diketahui masyarakat,” lanjut Nafsiah.
Bermitra Atasi Kanker
Penyakit kompleks seperti kanker ini pada dasarnya memerlukan penanganan secara tepat dan profesional, oleh tim dokter dari berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kapabilitas sesuai dengan standar medis. Tim tersebut antara lain tim bedah, radioterapi, bidang pelayanan sistemik, dan kemoterapi.
“Dengan peningkatan pelayanan secara tim, kualitas pelayanan kanker di Indonesia akan menjadi lebih baik,” jelas Ketua Perhompedin, Prof Dr dr A Harryanto Reksodiputro SpPD KHOM, Jumat (1/3).
“Perhompedin juga berupaya meningkatkan pelayanan dan pemberian terapi sistemik kemoterapi bagi masyarakat. Selain itu, perlu ada pemerataan ketersediaan Hematologi-Onkologi Medik (HOM) di seluruh Indonesia, salah satunya mendidik para internis,” lanjut Harryanto.
Jumlah internis onkologis yang masih terbatas juga menjadi salah satu masalah dalam penanganan kanker di Indonesia. Maka, melalui Konker Perhompedin yang berlangsung pada 1-3 Maret, para dokter internis diharapkan dapat turut aktif berperan menekan jumlah kasus kanker serta angka kematian akibat kanker secara nyata.
Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Prof Dr dr Idrus Alwi SpPD-KKV mengatakan, kolaborasi antara dokter internis dengan sub-spesialis HOM sudah mulai dijalankan sejak 2012, dan harus terus dilanjutkan. PAPDI pun memperkirakan terdapat 25.000 kasus kanker baru di kawasan Jabodetabek, dan 500.000 kasus kanker baru di Indonesia setiap tahunnya.
Belum Merata
“Penyebaran informasi mengenai kanker, infrastruktur, dan tenaga media profesional belum tersedia bagi masyarakat Indonesia secara merata. Maka, diharapkan Perhompedin dapat menjadi mata rantai penanganan kanker dan membantu dokter spesialis penyakit dalam hingga dokter umum untuk menangani masalah kanker,” tutur Idrus.
Selain itu, menurut Ketua Panitia Konker Perhompedin II dr Ronald Hukom SpPD-KHOM, layanan primer hingga tersier harus dapat bekerja sama untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama memberikan pemahaman mengenai kanker.
“Pentingnya deteksi dini kanker belum diketahui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Maka, para dokter di layanan primer, yaitu puskesmas, harus diberikan pembekalan lebih mengenai kanker, agar diagnosis awal dapat dilakukan. Begitu pula di layanan sekunder, yaitu di rumah sakit tingkat kabupaten/kota, dan layanan tersier, yaitu di rumah sakit pusat,” jelasnya.